NILAI-NILAI
KEMANUSIAAN DALAM ISLAM
Dalam
Al-Quran, kata “manusia” terdapat 402 kali yang secara tidak langsung memberikan
pengajaran kepada manusia itu sendiri agar supaya bisa melaksanakan nilai-nilai
kemanusiaan.
Agama islam memerintahkan kepada umatnya agar supaya
mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan (qîmah insânniyah). Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
“Hai
orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil.
Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Maidah [5] ayat 8)
Manusia beraktivitas dengan tujuan meraih nilai-nilai
kepuasan (qîmah) tertentu. Ada empat qîmah yang menonjol, yaitu :
- qîmah rûhiyyah (nilai spiritual);
- qîmah madiyyah (nilai material);
- qîmah akhlaqiyah (nilai moral);
- qîmah insâniyyah (nilai kemanusiaan).
Nilai spiritual tampak, misalnya, dalam ibadah ritual,
dakwah, atau jihad. Nilai material tampak dalam berbagai bentuk muamalat. Nilai
moral tampak dalam sikap manusia menghadapi sesuatu, termasuk juga sikap sayang
kepada binatang. Adapun nilai kemanusiaan tampak dalam pemberian pertolongan
tanpa pamrih kepada manusia lain-tanpa memandang bangsa, ras/warna kulit, tanah
air, agama, dll- yang memerlukan.
Semua nilai (qîmah) ini diakui dalam islam. Islam juga
memberikan petunjuk bagaimana mendapatkan nilai-nilai itu tanpa bertabrakan
satu sama lain.
Islam memerintahkan kepada kita untuk mewujudkan qîmah
insâniyyah (nilai kemanusiaan) dalam setiap interaksi kita dengan manusia lain.
Setiap muslim diperintahkan berbuat baik
kepada manusia lain dan membantu manusia lain yang mengalami musibah, tanpa
memandang suku, ras, warna kulit, atau agamanya.
Pada saat terjadi gempa di Nias (28 Maret 2005), korban
berjatuhan adalah dari kalangan kaum muslim maupun non-muslim. Nias sendiri
selama ini dikenal sebagai daerah yang mayoritas penduduknya non-muslim. Namun
demikian, islam tetap memerintahkan agar supaya kita mewujudkan nilai-nilai
kemanusiaan (qîmah insâniyyah) dengan memberikan bantuan dan meringankan derita
penduduk Nias.
Bahkan dalam peperangan sekalipun, Islam menunjukkan
kemuliaan ajarannya, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Misalnya, saat
kaum Kafir Quraisy kalah dalam Perang Badar, kaum Muslim telah dengan tulus
memakamkan kaum Kafir yang terbunuh, sebagaimana mereka memakamkan kaum Muslim.
Sementara yang terluka diberi perawatan dan pengobatan, sebagaimana mereka
merawat dan mengobati tentara kaum Muslim yang terluka (Syet Mahmud Khatthab,
ar-Rasûl al-Qâ'id, hal. 110). Subhanallah. Inilah nilai kemanusiaan yang
luar biasa, yang diajarkan oleh Islam kepada ummatnya.
Jika individu saja diperintahkan
demikian, apalagi Negara yang harus menanggulangi bencana, maka siapapun
korbannya, selama masih rakyatnya, Negara tidak boleh melakukan diskriminasi
(perlakuan yang berbeda) dalam hal melayani warganya. Rasulullah Shallahu
‘alahi wa Salam pun telah memberikan contoh bagaimana Daulah Islamiyah
(Negara Islam) di bawah kepemimpinan beliau memberikan perlindungan yang sama,
baik kepada muslim maupun non-muslim. Standar perlakuan yang sama dari Negara
ini justru telah menjadi media dakwah yang sangat efektif sehingga banyak orang
berduyun-duyun masuk islam dengan sukarela.
Pada waktu Umar bin al-Khathtab
menjadi khalifah, beliau mendapatkan seorang musyrik tua yang mengemis karena
kemiskinannya. Beliau lalu berkata, “Celakalah kita, kita telah menarik jizyah
darinya sewaktu muda. Lalu apakah kita akan menlantarkanya ketika tua?”
Umar lalu memerintahkan bawahannya
agar memberikan santunan dari Baitul Mal secara teratur kepada orang tersebut
dan membebaskannya dari bayar jizyah.
Cerita diatas memberikan pelajaran
kepada kita agar supaya menegakkan nilai-nilai kemanusiaan (qîmah insâniyyah).
Masyarakat
Islam itu tegak di atas aqidahnya, yang nantinya akan menentukan falsafah
hidupnya secara menyeluruh, baik mengenai prinsip, per~alanan, maupun tujuan
akhirnya. Dia merupakan jawaban atas tiga pertanyaan mendasar, yaitu: dari
mana, ke mana, dan untuk apa manusia itu diciptakan (hidup), yang dengan
jawaban itu melukiskan bahwa mereka adalah masyarakatyang bertauhid, dan tidak
menyekutukan Allah dengan apa pun.
Masyarakat
Islam tegak di atas nilai-nilai ibadah yang memperkuat hubungannya dengan Allah
SWT dalam amal baik yang zhahir maupun bathin. Dengan itulah maka masyarakat
Islam nampak sebagai masyarakat yang ahli ibadah, bahkan seluruh aktifitas
adalah dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
Masyarakat
Islam tegak di atas prinsip dan pemahaman yang wadhih (jelas) yang membuat
mereka mampu meluruskan amal, sikap kepribadian yang standar dan sikap dalam
bermadzhab (cara beramal) melalui standarnya yang unik yang tidak bersandar
pada aliran kanan atau ke kiri. Ia adalah masyarakat fikri yang ilmiyah serta
memiliki prinsip yang kuat sehingga berbeda dengan masyarakat mana pun yang
selainnya.
Masyarakat
Islam tegak di atas akhlaq dan kemuliaan sebagai wujud dari keyakinan mereka
terhadap agama dan Syari'atnya. Akhlaq adalah bagian dari agama yang berwujud
perintah dan larangan yang keluar dari Allah SWT la adalah masyarakat yang
bermoral tinggi.
Demikian juga
masyarakat Islam tegak di atas tata kehidupan dan tradisi yang Islami sehingga
menjadikan mereka memiliki ciri khas tersendiri. Mereka tidak taqlid kepada
orang lain dari kalangan ummat-ummat terdahulu maupun yang datang kemudian
kecuali atas dasar pijakan ilmu yang jelas.
Sebagaimana
masyarakat Islam juga tegak di atas seluruh nilai dan ajaran diatas, mereka
juga tegak di atas nilai-nilai kemanusiaan yang mulia yang selalu
diidam-idamkan oleh seluruh ummat.
Yang saya
maksud dengan "Al Qiyam Al Insaniyah" (nilai-nilai kemanusiaan)
adalah nilai-nilai yang tegak berdasarkan penghormatan terhadap hak-hak asasi
dan kemuliaan manusia. Baik kebebasan dan kemerdekaannya, nama baik dan
eksistensinya, kehormatannya dan hak-haknya, dan juga memelihara darahnya,
hartanya serta kerabat keturunannya dalam kedudukan mereka sebagai individu
anggota masyarakat. Wallau subhanahu wa Ta’ala ‘alam bi Showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar