Minggu, 30 September 2012

NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM ISLAM

NILAI-NILAI KEMANUSIAAN DALAM ISLAM

Dalam Al-Quran, kata “manusia” terdapat 402 kali yang secara tidak langsung memberikan pengajaran kepada manusia itu sendiri agar supaya bisa melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan.
Agama islam memerintahkan kepada umatnya agar supaya mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan (qîmah insânniyah). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :


“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Maidah [5] ayat 8)

Manusia beraktivitas dengan tujuan meraih nilai-nilai kepuasan (qîmah) tertentu. Ada empat qîmah yang menonjol, yaitu :
  1. qîmah rûhiyyah (nilai spiritual);
  2. qîmah madiyyah (nilai material);
  3. qîmah akhlaqiyah (nilai moral);
  4. qîmah insâniyyah (nilai kemanusiaan).
Nilai spiritual tampak, misalnya, dalam ibadah ritual, dakwah, atau jihad. Nilai material tampak dalam berbagai bentuk muamalat. Nilai moral tampak dalam sikap manusia menghadapi sesuatu, termasuk juga sikap sayang kepada binatang. Adapun nilai kemanusiaan tampak dalam pemberian pertolongan tanpa pamrih kepada manusia lain-tanpa memandang bangsa, ras/warna kulit, tanah air, agama, dll- yang memerlukan.
Semua nilai (qîmah) ini diakui dalam islam. Islam juga memberikan petunjuk bagaimana mendapatkan nilai-nilai itu tanpa bertabrakan satu sama lain.
Islam memerintahkan kepada kita untuk mewujudkan qîmah insâniyyah (nilai kemanusiaan) dalam setiap interaksi kita dengan manusia lain. Setiap  muslim diperintahkan berbuat baik kepada manusia lain dan membantu manusia lain yang mengalami musibah, tanpa memandang suku, ras, warna kulit, atau agamanya.
Pada saat terjadi gempa di Nias (28 Maret 2005), korban berjatuhan adalah dari kalangan kaum muslim maupun non-muslim. Nias sendiri selama ini dikenal sebagai daerah yang mayoritas penduduknya non-muslim. Namun demikian, islam tetap memerintahkan agar supaya kita mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan (qîmah insâniyyah) dengan memberikan bantuan dan meringankan derita penduduk Nias.
Bahkan dalam peperangan sekalipun, Islam menunjukkan kemuliaan ajarannya, dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Misalnya, saat kaum Kafir Quraisy kalah dalam Perang Badar, kaum Muslim telah dengan tulus memakamkan kaum Kafir yang terbunuh, sebagaimana mereka memakamkan kaum Muslim. Sementara yang terluka diberi perawatan dan pengobatan, sebagaimana mereka merawat dan mengobati tentara kaum Muslim yang terluka (Syet Mahmud Khatthab, ar-Rasûl al-Qâ'id, hal. 110). Subhanallah. Inilah nilai kemanusiaan yang luar biasa, yang diajarkan oleh Islam kepada ummatnya.
Jika individu saja diperintahkan demikian, apalagi Negara yang harus menanggulangi bencana, maka siapapun korbannya, selama masih rakyatnya, Negara tidak boleh melakukan diskriminasi (perlakuan yang berbeda) dalam hal melayani warganya. Rasulullah Shallahu ‘alahi wa Salam pun telah memberikan contoh bagaimana Daulah Islamiyah (Negara Islam) di bawah kepemimpinan beliau memberikan perlindungan yang sama, baik kepada muslim maupun non-muslim. Standar perlakuan yang sama dari Negara ini justru telah menjadi media dakwah yang sangat efektif sehingga banyak orang berduyun-duyun masuk islam dengan sukarela.
Pada waktu Umar bin al-Khathtab menjadi khalifah, beliau mendapatkan seorang musyrik tua yang mengemis karena kemiskinannya. Beliau lalu berkata, “Celakalah kita, kita telah menarik jizyah darinya sewaktu muda. Lalu apakah kita akan menlantarkanya ketika tua?”
Umar lalu memerintahkan bawahannya agar memberikan santunan dari Baitul Mal secara teratur kepada orang tersebut dan membebaskannya dari bayar jizyah.
Cerita diatas memberikan pelajaran kepada kita agar supaya menegakkan nilai-nilai kemanusiaan (qîmah insâniyyah).
Masyarakat Islam itu tegak di atas aqidahnya, yang nantinya akan menentukan falsafah hidupnya secara menyeluruh, baik mengenai prinsip, per~alanan, maupun tujuan akhirnya. Dia merupakan jawaban atas tiga pertanyaan mendasar, yaitu: dari mana, ke mana, dan untuk apa manusia itu diciptakan (hidup), yang dengan jawaban itu melukiskan bahwa mereka adalah masyarakatyang bertauhid, dan tidak menyekutukan Allah dengan apa pun.
Masyarakat Islam tegak di atas nilai-nilai ibadah yang memperkuat hubungannya dengan Allah SWT dalam amal baik yang zhahir maupun bathin. Dengan itulah maka masyarakat Islam nampak sebagai masyarakat yang ahli ibadah, bahkan seluruh aktifitas adalah dalam rangka beribadah kepada Allah SWT.
Masyarakat Islam tegak di atas prinsip dan pemahaman yang wadhih (jelas) yang membuat mereka mampu meluruskan amal, sikap kepribadian yang standar dan sikap dalam bermadzhab (cara beramal) melalui standarnya yang unik yang tidak bersandar pada aliran kanan atau ke kiri. Ia adalah masyarakat fikri yang ilmiyah serta memiliki prinsip yang kuat sehingga berbeda dengan masyarakat mana pun yang selainnya.
Masyarakat Islam tegak di atas akhlaq dan kemuliaan sebagai wujud dari keyakinan mereka terhadap agama dan Syari'atnya. Akhlaq adalah bagian dari agama yang berwujud perintah dan larangan yang keluar dari Allah SWT la adalah masyarakat yang bermoral tinggi.
Demikian juga masyarakat Islam tegak di atas tata kehidupan dan tradisi yang Islami sehingga menjadikan mereka memiliki ciri khas tersendiri. Mereka tidak taqlid kepada orang lain dari kalangan ummat-ummat terdahulu maupun yang datang kemudian kecuali atas dasar pijakan ilmu yang jelas.
Sebagaimana masyarakat Islam juga tegak di atas seluruh nilai dan ajaran diatas, mereka juga tegak di atas nilai-nilai kemanusiaan yang mulia yang selalu diidam-idamkan oleh seluruh ummat.
Yang saya maksud dengan "Al Qiyam Al Insaniyah" (nilai-nilai kemanusiaan) adalah nilai-nilai yang tegak berdasarkan penghormatan terhadap hak-hak asasi dan kemuliaan manusia. Baik kebebasan dan kemerdekaannya, nama baik dan eksistensinya, kehormatannya dan hak-haknya, dan juga memelihara darahnya, hartanya serta kerabat keturunannya dalam kedudukan mereka sebagai individu anggota masyarakat. Wallau subhanahu wa Ta’ala ‘alam bi Showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar