SEKILAS TENTANG سلم
النيرين
1. Asal Mula Pemikiran Sullamun
Nayyiroin
Sullamun Nayyiroin menggunakan sistem/ teori hasil pengamatan yang
dilakukan oleh Muhammad Targai Ulugh-Begh (1393-1449M),
seorang Muslim yang nenek moyangnya berasal dari daratan Cina, dia adalah
seorang pangeran Tartar yang merupakan cucu dari Timur Lenk. Selaku seorang
bangsawan, Ulugh Begh diberi kekuasaan sebagai raja muda di Turkestan.
Jabatannya ini memungkin dia mendirikan observatorium, madrasah serta
lembaga-lembaga pendidikan di Samarkand. Observatorium yang dibangunnya
merupakan obsevartorium yang tidak ada tandingannya, baik dari segi
kecanggihannya maupun dari segi ukurannya. Ulugh-Begh adalah seorang astronom
yang pandai dan mengepalai penyelidikan-penyelidikan yang menelan biaya yang
tidak sedikit. Pada tahun 1437 M, Ia telah berhasil membuat sebuah Zij
berdasarkan observasi yang dilakukannya. Pengertian dari Zij itu
sendiri adalah tabel keangkaan yang diterapkan kepada planet-planet untuk
mengetahui ciri masing-masing, baik jalan gerakannya, kecepatan, kelambatan,
kediaman dan geraknya kembali. Ia menamakannya Zij Ulugh-Begh.
Tabel-tabel tersebut masih menggunakan model angka Jumali yang
merupakan model angka yang biasa digunakan oleh para ulama hisab tempo dulu
untuk menyajikan data astronomis benda-benda langit. Angka ini menggunakan
huruf-huruf arab, yaitu:

Gambar 1. Model Angka Jumali
Sullamun Nayyiroin adalah sebuah buku karangan Haji Muhammad
Mansur Al-Batawie berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ulugh-Begh
tersebut, yang sebelumnya telah ditalhis (dijelaskan) oleh orang tuanya sendiri
yang bernama Abdul Hamid Bin Muhammad Damiri Al-Batawie dengan taqrir/
ketetapan dari Syeikh Abdurrahman bin Ahmad Al-Mishrie.
- Riwayat Hidup Muhammad Mansyur al-Batawie
Muhammad Mansur Al Batawie yang
biasa disebut Guru Mansur dilahirkan di Kampung Sawah, Jembatan Lima, Jakarta tahun 1295
Hijriah/ 1878 Masehi. Beliau wafat pada tahun 1967 Masehi. Ayahnya bernama Kyai
Haji Abdul Hamid bin Muhammad Damiri. Pada zaman Haji Hamid ini banyak
pemuda-pemudi betawi yang belajar masalah-masalah agama kepadanya, termasuk
Guru Mansur yang banyak belajar dan dididik langsung oleh ayahnya.
Sejak kecil Guru Mansur sudah mulai tertarik
dengan ilmu hisab atau ilmu falak, disamping ilmu-ilmu agama lainnya. Sesudah
ayahnya meninggal, Guru Mansur belajar dari kakak kandungnya Kyai Haji Mahbub
dan kakak misannya Kyai Haji Tabrani. Guru Mansur juga pernah belajar kepada
seseorang ulama dari Mester Cornelis bernama Haji Mujtaba bin Ahmad sebelum
pergi ke Mekah pada usia 16 tahun dan belajar di sana selama empat tahun.
Selama di Mekah ia berguru kepada sejumlah ulama, antara lain:
- Syekh Mukhtar Atharid Al Bogori
- Syekh Umar Bajunaid Al Hadrami
- Syekh Ali Al Maliki
- Syekh Said Al Yamani
- Syekh Umar Sumbawa, dll.
Setibanya di kampung halaman, ia mulai membantu
ayahnya mengajar di rumah. Bahkan ia sudah ditunjuk seabagai pengganti
sewaktu-waktu ayahnya berhalangan. Selain mengajar di tempatnya, beliau juga
mengajar di Madrasah Jam’iyyah Khoir, Pekojan pada tahun 1907 Masehi. Kemudian
diangkat menjadi penasehat syar’i dalam organisasi Ijtimak-UI Khoiriyah. Pada
tahun 1915, Guru Mansur diangkat menjadi penghulu daerah Penjaringan-Betawi dan
pernah juga menjabat sebagai Rois Nahdatul Ulama cabang Betawi ketika
zamannya Kyai Haji Hasyim Asy’ari.
Cita-cita dan pengalaman Guru Mansur dalam
mengamalkan ajaran-ajaran agama islam telah dibuktikannya dengan jalan
berdakwah, mendidik, dan membina pemuda-pemudi harapan bangsa dan agama.
Sebagai sasaran penunjang cita-cita tersebut, beliau mendirikan sekolah,
madrasah, dan pesantren, serta majlis taklim.
Menurut informasi dari Kyai Haji Fatahillah (cucu
Guru Mansur), tak ada ulama lain pada masanya yang menguasai ilmu falak selain
Guru Mansur. Di samping berdakwah
dengan lisan, beliau juga berdakwah dengan tulisan. Beberapa hasil karya
tulisnya berkaitan dengan ilmu falak (astronomi islam) antara lain:
- Sullamun Nayyiroin
- Khulasatul Jawadil
- Kaifiyatul Amal Ijtimak, Khusuf, wal Kusuf
- Mizanul I’tidal
- Jadwal Dawaa’irul Falakiyah
- Majmu’ Arba’ Rasa’il Fii Mas’alatil Hilal
- Rub’ul Mujayyab
- Mukhtashor Ijtima'un Nayyiroin
- Sullamun Nayyirain Bermarkaz di Jakarta
Secara istilah dijelaskan (Khazin:2005), bahwa
pengertian Markaz adalah suatu tempat/ lokasi yang dijadikan pedoman
dalam perhitungan. Dalam (Mansur:1925) dijelaskan bahwa data-data yang
digunakan pada perhitungan awal bulan hijriyah tersebut memakai markaz Jakarta
dengan data geografis 5o 19’ 12” - 6o 23’ 54” LS dan
106o 22’ 42” - 106o 58’ 18” BT. Dalam pengukuran
waktu dunia, Sullamun Nayyiroin mengacu pada tempat yang bernama Jaza’irul
Kholidat/ Kanarichi, suatu tempat di tengah lautan atlantik yang dijadikan
titik 0 derajat dalam pengukuran bujur bumi tempo dulu. Ia berposisi pada 35o
11’ sebelah barat Greenwich.
Dalam (Mansur:1925) dijelaskan pula bahwa antara Kanarichi dan Jakarta mempunyai selisih
waktu 142o (1o= 4 menit). Jadi, total selisih
waktu keduanya adalah 9 jam 28 menit. Untuk perumpamaan, ketika di Jakarta hari rabu pukul
16.00 WIB, maka di Kanarichi hari rabu pukul 06.22 waktu Kanarichi.
![]() |
![]() |
Muhammad Targai Ulugh-Begh Syekh Muhammad Mansur
Tidak ada komentar:
Posting Komentar